Potret Pergeseran Identitas Kediri Melalui Sketsa
Jumat, 20 Desember 2013 17:52 WIB
SURYA Online, KEDIRI-Guratan sketsa di atas kertas itu tak begitu rumit. Coretan pensil dibubuhi sentuhan pewarnaan yang minimalis namun mampu bercerita banyak. Tentang kebesaran Kerajaan Kediri yang terabaikan.
Sebuah ikon yang perlahan tergerus arus modernisasi. Kegundahan seniman sketsa tentang kehilangan identitas kotanya ini terekam dalam pameran ‘Kediri dalam Bingkai Sketsa’.
Dua seniman sketsa F Widodo Putra dan Broto yang tergabung dalam forum Indonesia’s Sketcher Kediri (ISK) memamerkan 26 sketsa pada 18 – 23 Desember 2013 di Galeri Warung Susun di Jl Imam Bonjol, Kota Kediri.
Sketsa ini menampilkan bangunan yang sarat nilai histori hingga konstuksi dan arsitektur modern di Kediri dan sekitarnya.
Rangkaian sketsa ini menampilkan jejak kebesaran Kediri kuno yang memegang peranan penting lahirnya nusantara. Misalnya, sketsa ‘Petilasan Pamuksan Sri Aji Joyoboyo’, raja Kediri yang kondang dengan ramalannya.
Lalu, sketsa ‘Gerbang Pura Palinggihan Mpu Bharadha’. “Mpu Baradha adalah kakek Mpu Tantular yang menulis kitab Sutasoma dimana didalamnya terdapat frasa Bhineka Tunggal Ika. Kediri adalah cikal bakal Indonesia” ungkap F Widodo Putra.
Jejak kemajuan peradaban Kediri di masa lampau juga terekam dalam sketsa ‘Patung Arca Dewa Siwa’ di Museum Airlangga dan ‘Pura Penataran Agung Kilisuci’ di Gunung Klothok.
Pria yang akrab dipanggil Dodoth ini menggambar berbagai bangunan kuno di tengah kota yang tak terawat. Seperti bekas gedung Kejaksaan, gedung kuno di Jl PB Sudirman dan gedung bioskop Garuda.
Jembatan Brawijaya juga menjadi titik perhatian Dodoth.
Dia membuat empat sketsa tentang jembatan itu. Konstruksi jembatan dari berbagai view juga aktifitas proyek. Dodoth punya alasan tersendiri hingga membuat sketsa rangkaian sketsa jembatan.
Dia membuat empat sketsa tentang jembatan itu. Konstruksi jembatan dari berbagai view juga aktifitas proyek. Dodoth punya alasan tersendiri hingga membuat sketsa rangkaian sketsa jembatan.
Menurut dia, jembatan lama dan baru yang berjajar bisa jadi perlambang tergerusnya nilai histori oleh modernisasi.
Di satu sisi, jembatan lama memiliki nilai sejarah yang amat kuat. Sebab, jembatan ini merupakan jembatan dengan konstruksi besi pertama di Pulau Jawa. “Di sisi lain, pembangunan jembatan baru sampai sekarang belum kelar, karena ada permasalahan,” ujarnya.
Di satu sisi, jembatan lama memiliki nilai sejarah yang amat kuat. Sebab, jembatan ini merupakan jembatan dengan konstruksi besi pertama di Pulau Jawa. “Di sisi lain, pembangunan jembatan baru sampai sekarang belum kelar, karena ada permasalahan,” ujarnya.
Sketsa ‘Monumen Simpang Lima Gumul’ karya Broto juga tak kalah menarik. Gumul menjadi ikon baru Kabupaten Kediri. Padahal, kata Dodoth, monumen itu adalah replika monumen Arch De Triomphe di Perancis. “Ikon baru itu sama sekali tak ada esensinya. Kenapa tak membangun monumen dengan ikon jaranan atau Kerajaan Kediri,” ungkap alumni Akademi Desain Visi Jogyakarta ini.
Dodoth mengakui modernisasi merupakan fenomena yang sulit dihindarkan. Namun, penampilan berbagai ikon itu, jangan sampai meninggalkan esensi Kediri.
Dodoth berharap pameran ini menjadi titik awal menggeliatnya gerakan sketsa di Kediri. Bersama Broto, dia menginisiasi Indonesia’s Sketcher di Kediri untuk menampung warga Kediri yang menyukai sketsa.
Sketsa adalah basic dari karya seni lukis. Secara terjemahan bebas, sket (sketch) adalah bentuk menggambar cepat terhadap objek.
Menurut Dodoth, karya sketsa bisa langsung selesai di lokasi dalam waktu 20 – 40 menit. “Sketsa bisa langsung selesai di lokasi,” paparnya.
Sketsa Leonardo Da Vinci ketika mengobservasi anatomi dan mengkonsep sebuah obyek mekanikal menjadi bahan kajian dan penelitian lebih lanjut. Sket juga menjadi media mengembangkan sebuah gagasan perspektif sang sketcher.
Dikutip dari :
http://surabaya.tribunnews.com/2013/12/20/potret-pergeseran-identitas-kediri-melalui-sketsa
Penulis: Didik Mashudi
Editor: Satwika Rumeksa